Awalnya saya sedikit menerka-nerka ketika suatu hari poster film ini keluar dan berseliweran di timeline medsos saya. Rasa-rasanya muka perempuan (?) yang jadi pemeran utamanya terlihat nggak asing. Berasa familier gitu. Terus, begitu saya cek di asianwiki, bola mata nyaris keluar dari soketnya, dong. Ya, lebay sih. Tapi gimana nggak, ternyata wanita itu adalah … IKUTA TOMA! Omong-omong, sebenernya udah nggak aneh lagi lihat dia pakai dress. Soalnya saya masih inget betul dia pernah pernah pakai dress perawat pink di Hana Kimi. Hahahaha.
Oke, balik lagi soal film Close Knit. Setelah melewati fase kaget pertama, saya tiba-tiba langsung diseret ke fase kaget kedua setelah baca sinopsis film tersebut. Sebab, drama ini menceritakan tentang problematika keluarga seorang TRANSGENDER!
Judul: Close-Knit (English title) / When They Knit Seriously (literal title) / Karera ga Honki de Amu Toki wa (romaji) / 彼らが本気で編むときは、(Japanese)
Tahun Rilis: 2017
Genre: Drama, Transgender
Pemain: Ikuta Toma, Kenta Kiritani, dan Rinka Kakihara
Film ini bercerita tentang seorang anak perempuan berumur 11 tahun bernama Tomo (Rinka Kaihara) yang tinggal bersama ibunya. Namun, suatu hari ibunya Tomo memutuskan untuk meninggalkan rumah dan menitipkan Tomo kepada adiknya, Makio (Kiritani Kenta).
Makio tentunya setuju dengan kedatangan Tomo, karena dia sudah terbiasa dengan tabiat kakaknya yang sangat tak bertanggung jawab itu. Akan tetapi, masalah muncul ketika Makio mengungkapkan rahasianya. Ternyata, Makio telah tinggal bersama dengan kekasihnya yang bernama Rinko (Ikuta Toma). Kalau kekasihnya perempuan biasa sih, kayaknya Tomo bakal oke-oke aja. Sayangnya, kekasihnya Makio ini adalah seorang transgender!
Awalnya Tomo sempat bingung dengan situasi yang dihadapinya, apalagi itu adalah kali pertama baginya bertemu seorang transgender. Untungnya, setelah kebersamaan yang mereka bertiga lewati serta kelembutan Rinko dalam mengasuh Tomo, akhirnya Tomo mulai menyayangi Rinko. Mereka pun hidup bertiga seperti layaknya seorang keluarga. Bahkan, Rinko sempat meminta Makio untuk mengadopsi Tomo setelah mereka menikah.
Setelah hari-hari bahagia yang mereka jalani, ibunya Tomo kembali datang. Wanita itu bilang kalau dia telah bangkrut dan ingin memulai hidup lagi bersama Tomo. Konflik yang terjadi kemudian makin memanas ketika ibunya Tomo meminta Tomo untuk pulang bersamanya. Tetapi, Rinko–yang sudah terlanjur menyayangi Tomo–meminta Tomo untuk tetap tinggal bersamanya dan Makio.
=====
Sedih, ya, filmnya? Ketika pertama kali saya baca sinopsisnya aja hati saya udah cenat-cenut. Namun, tentunya bukan itu yang mau saya bahas di sini. Saya mau menyampaikan unek-unek saya setelah menonton film ini.
Meski film ini sukses membuat saya mengharu-biru, sayangnya menurut saya film ini terasa serba nanggung. Kenapa?
1. Cerita tentang Tomo (yang notabenenya peran utama) itu sangat gantung. Nggak ada penjelasannya sama sekali tentang akhir hubungannya bersama sang ibu.
2. Nggak ada kejelasannya sama sekali dengan nasib Rinko. Apakah dia berhasil mendaftarkan dirinya sebagai “sosok” baru dan menikah dengan Makio. Atau tetap menjadi seorang Rinko yang setengah-setengah. Penampilan perempuan tapi semua identitasnya masih ditulis laki-laki.
3. Ada karakter bernama Kai (teman sekelas Tomo) yang sudah mengalami penyimpangan orientasi seksual meski dia masih SD. Hubungannya dengan sang ibu bisa dikatakan buruk. Nah, di sini nggak dijelaskan gimana nasibnya. Apakah setelah percobaan bunuh diri Kai, ibunya jadi luluh dan menerima anaknya apa adanya atau masih bersikeras untuk menolak.
4. Sejujurnya saya agak cringe ketika tahu ibunya Rinko dari awal sangat menerima kondisi Rinko yang “berbeda”. Saya berekspektasi kalau Rinko mendapatkan kesulitan di dalam keluarganya dulu sebelum dia memutuskan untuk berganti kelamin. /dasarotaksinetron/
5. Propaganda LGBTQ+ terasa di film ini begitu nyata. Ya, meski salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari film ini adalah transgender juga manusia. Mereka juga berhak hidup dan diterima dalam masyarakat.
6. Ending yang sangat gantung. Masih banyak pertanyaan yang belum terselesaikan di akhir film.
Rating dari saya untuk film ini adalah 6/10. Kalau dieksplor dengan baik mungkin film ini bisa sangat-sangat menguras air mata, apalagi dilengkapi dengan ending memuaskan dan nggak menggantung begini.
Omong-omong, yang sangat saya suka di film ini adalah aktingnya Ikuta Toma. Sumpah, aktingnya itu SUGOI! Kalem dan lemah lembutnya perempuan dapet abis. Ya, meski harus diakui ketika lihat dia jalan, saya cringe sendiri karena sedikit kaku. But overall, dia sukses membuat seorang karakter transgender versi dirinya sendiri! Salut.
Bonus: